Penalaran
Penalaran adalah sebuah pemikiran yang sistematis
dan logis untuk mendapatkan suatu kesimpulan yang mana bahan untuk mengambil
kesimupulan tersebut bisa merupakan fakta , informasi , pengalaman , bukti atau
pendapat para ahli.
Wujud evidensi
Evidensi biasanya berwujud data dan informasi. Yang di
makksud dengan data dan informasi adalah bahan
yang di dapatkan dari sumber tertentu, dan pada dasarnya data dan
informasi harus jelas kebenarannya dan bisa di pertanggung jawabkan.
Cara
Menguji Data
Observasi
Fakta-fakta
yang diajukan sebagai evidensi mungkin belum memuaskan seorang pengarang atau
penulis. Untuk lebih meyakinkan dirinya sendiri dan sekaligus dapat
menggunakannya sebaik-baiknya dalam usaha meyakinkan para pembaca, maka
kadang-kadang pengarang merasa perlu untuk mengadakan peninjauan atau observasi
singkat untuk mengecek data atu informasi itu.
Tiap pengarang atau penulis harus mengadakan pengujian lagi
dengan mengobservasi sendiri data atau informasi itu. Sesudah mengadakan
observasi, pengarang dapat menentukan sikap apakah informasi atau data itu
sesungguhnya merupakan fakta atau tidak, atau barangkali hanya sebagian saja
yang benar sedangkan sebagian lain hanya didasarkan pada perasaan dan prasangka
para informan.
Kesaksian
Keharusan
menguji data dan informasi, tidak selalu harus dilakukan dengan observasi.
Kadang-kadang sangat sulit untuk mengharuskan seseorang mengadakn obeservasi
atas obyek yang akan dibicarakan. Kesulitan itu terjadi karena waktu, tempat,
dan biaya yang harus dikeluarkan. Untuk mengatasi hal itu penulis atau
pengarang dapat melakukan pengujian dengan meminta kesaksian atau keterangan dari
orang lain, yang tidak mengalami sendiri atau menyelidiki sendiri persoalan
itu.
Demikian pula halnya dengan semua pengarang atau penulis.
Untuk memperkuat evidensinya, mereka dapat mempergunakan kesaksian-kesaksian
orang lain yang telah mengalami sendiri perisitiwa tersebut.
Autoritas
Cara
ketiga yang dapat dipergunakan untuk menguji fakta dalam usaha menyusun
evidensi adalah meminta pendapat dari suatu autoritas, yakni pendapat dari
seorang ahli, atau mereka yang telah menyelidiki fakta-fakta itu dengan cermat,
memperhatikan semua kesaksian, menilai semua fakta kemudian memberikan pendapat
mereka sesuai dengan keahlian mereka dalam bidang itu.
Cara
Menguji Fakta
Konsistensi
Dasar pertama yang dipakai untuk menetapkan fakta mana yang
akan dipakai sebagai evidensi adalah kekonsistenan. Sebuah argumentasi akan
kuat dan mempunyai tenaga persuasif yang tinggi, kalau evidensi-evidensinya
bersifat konsisten, tidak ada satu evidensi bertentangan atau melemahkan
evidensi yang lain.
Koherensi
Dasar kedua yang dapat dipakai untuk mengadakan penilaian
fakta mana yang dapat dipergunakan sebagai evidensi adalah masalah koherensi.
Semua fakta yang akan digunakan sebagai evidensi adalah masalah koherensi.
Semua fakta yang akan dipergunakan sebagai evidensi harus pula koheren dengan
pengalaman-pengalaman manusia, atau sesuai dengan pandangan atau sikap yang
berlaku. Bila penulis menginginkan agar sesuatu hal dapat diterima, ia harus
meyakinkan pembaca bahwa karena pembaca setuju atau menerima fakta-fakta dan
jalan pikiran yang menemukakannya, maka secara konsekuen pula pembaca harus
menerima hal lain, yaitu konklusinya.
Cara Menilai Autoritas
Tidak Mengandung Prasangka
dasar
pertama yang perlu diketahui oleh penulis adalah bahwa pendapat autoritas sama
sekali tidak boleh mengandung prasangka. Yang tidak mengandung prasangka
artinya pendapat itu disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
ahli itu sendiri, atau didasarkan pada hasil-hasil eksperimental yang
dilakukannya. Pengertian tidak mengandung prasangka juga mencakup hal lain,
yaitu bahwa autoritas itu tidak boleh memperoleh keuntungan pribadi dari
data-data eksperimentalnya.
Pengalaman dan Pendidikan Autoritas
dasar
kedua yang harus diperhitungkan penulis untuk menilai pendapat suatu autoritas
adalah menyangkut pengalaman dan pendidikan autoritas. Pendidikan yang
diperolehnya harus dikembangkan lebih lanjut dalam kegiatan-kegiatan sebagai
seorang ahli yang diperoleh melalui pendidikannya tadi.
Walaupun jaman kita ini sudah begitu condong atau cenderung
dengan berbagai macam spesifikasi, namun kita tidak boleh mengabaikan keahlian
seseorang dalam beberapa macam bidang tertentu.
Kemashuran dan Prestise
faktor
ketiga yang harus diperhatikan oleh penulis untuk menilai autoritas adalah
meneliti apakah pernyataan atau pendapat yang akan dikutip sebagai autoritas
itu hanya sekedar bersembunyi di balik kemashuran dan prestise pribadi di
bidang lain.
Sering terjadi bahwa seseorang yang menjadi terkenal karena
prestise tertentu, dianggap berwenang pula dalam segala bidang. Seorang yang
menjadi terkenal karena memperoleh lima medali emas berturut-turut dalam
pertandingan lomba lari jarak lima ribu meter, diminta pendapatnya tentang
cara-cara pemberantasan korupsi.
Koherensi dengan Kemajuan
hal
keempat yang perlu diperhatikan penulis argumentasi adalah apakah pendapat yang
diberikan autoritas itu sejalan dengan perkembangan dan kemajuan jaman, atau
koheren dengan pendapat atau sikap terakhir dalam bidang itu.
Pengetahuan dan pendapat terakhir tidak selalu berarti bahwa
pendapat itulah yang terbaik. Tetapi harus diakui bahwa pendapat-pendapat
terakhir dari ahli-ahli dalam bidang yang sama lebih dapat diandalkan, karena
autoritas-autoritas semacam itu memperoleh kesempatan yang paling baik untuk
membandingkan semua pendapat sebelumnya, dengan segala kebaikan dan
keburukannya atau kelemahannya, sehingga mereka dapat mencetuskan suatu
pendapat yang lebih baik, yang lebih dapat dipertanggung jawabkan.
Sebab itu untuk memberi evaluasi yang tepat terhadap
autoritas yang dikutip, pengarang harus menyebut nama autoritas, gelar,
kedudukatif, dan sumber khusus tempat kutipan itu dijumpai. Bila mungkin
penulis harus mengutip setepat-tepatnya kata-kata atau kalimat autoritas
tersebut.
Untuk memperlihatkan bahwa penulis sungguh-sungguh siap
dengan persoalan yang tengah diargumentasikan, maka sebaiknya seluruh
argumentasi itu jangan didasarkan hanya pada satu autoritas.
Silogisme katagorial , Silogisme
hipotesis , Silogisme alternatif
Silogisme Kategorial
Silogisme kategorial disusun
berdasarkan klasifikasi premis dan kesimpulan yang kategoris. Premis yang
mengandung predikat dalam kesimpulan disebut premis mayor, sedangkan premis
yang mengandung subjek dalam kesimpulan disebut premis minor.
Contoh silogisme Kategorial:
My : Semua mahasiswa adalah lulusan
SMA
Mn : Bustomi adalah mahasiswa
K : Bustomi
lulusan MA
Silogisme Hipotesis
Silogisme yang terdiri atas premis
mayor yang berproposisi konditional hipotesis.
Konditional hipotesis yaitu, bila
premis minornya membenarkan anteseden, simpulannya membenarkan konsekuen. Bila
minornya menolak anteseden, simpulannya juga menolak konsekuen.
Contoh :
My : Jika tidak ada udara, makhluk
hidup akan mati.
Mn : Udara tidak ada.
K : Jadi,
Makhluk hidup akan mati.
Silogisme Alternatif
Silogisme yang terdiri atas premis
mayor berupa proposisi alternatif.
Proposisi alternatif yaitu bila
premis minornya membenarkan salah satu alternatifnya. Simpulannya akan
menolak alternatif yang lain.
Contoh
My : Mirzal berada di Lenteng Agung
atau Depok.
Mn : Mirzal berada di Lenteng Agung.
K : Jadi,
Mirzal tidak berada di Depok.
Cara-cara berfikir induktif
1. Generalisasi
Merupakan penarikan kesimpulan umum dari pernyataan atau data-data yang ada.
Merupakan penarikan kesimpulan umum dari pernyataan atau data-data yang ada.
Dibagi menjadi 2 :
a. Generalisasi Sempurna / Tanpa loncatan induktif
a. Generalisasi Sempurna / Tanpa loncatan induktif
Fakta yang diberikan cukup banyak dan
meyakinkan.
Contoh :
-
Sensus Penduduk.
- Jika dipanaskan, besi memuai.
Jika dipanaskan, baja memuai.
Jika dipanaskan, tembaga memuai.
Jadi, jika dipanaskan
semua logam akan memuai.
b. Generalisasi Tidak Sempurna / Dengan loncatan induktif
Fakta yang digunakan belum mencerminkan
seluruh fenomena yang ada.
Contoh :
Setelah kita menyelidiki
sebagian bangsa Indonesia bahwa mereka adalah manusia yang suka
bergotong-royong, kemudian kita simpulkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa
yang suka bergotong-royong.
2. Analogi
Merupakan penarikan kesimpulan berdasarkan kesamaan data atau
fakta. Pada analogi biasanya membandingkan 2 hal yang memiliki
karakteristik berbeda namun dicari persamaan yang ada di tiap bagiannya.
Tujuan dari analogi :
Tujuan dari analogi :
- Meramalkan kesamaan.
- Mengelompokkan klasifikasi.
- Menyingkapkan kekeliruan.
Contoh :
Ronaldo adalah pesepak
bola.
Ronaldo berbakat bermain
bola.
Ronaldo adalah pemain
real madrid.
3. Kausal
Merupakan proses penarikan kesimpulan dengan prinsip sebab-akibat.
Terdiri dari 3 pola, yaitu :
Merupakan proses penarikan kesimpulan dengan prinsip sebab-akibat.
Terdiri dari 3 pola, yaitu :
a. Sebab ke akibat = Dari peristiwa
yang dianggap sebagai akibat ke kesimpulan sebagai efek.
Contoh : Karena terjatuh
di tangga, Kibum harus beristirahat selama 6 bulan.
b. Akibat ke sebab = Dari peristiwa
yang dianggap sebagai akibat ke kejadian yang dianggap penyebabnya.
Contoh : Jari kelingking
Leeteuk patah karena memukul papan itu.
c. Akibat ke akibat = Dari satu
akibat ke akibat lainnya tanpa menyebutkan penyebabnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar