Minggu, 30 Maret 2014

Masalah Jakarta yang tak kunjung terselesaikan


Banjir dan kemacetan adalah salah satu PR yang sudah lama tidak kunjung terselesaikan , suatu keadaan di mana kondisi yang membuat seluruh warga Jakarta tidak merasa nyaman tetapi seakan dipaksa untuk terbiasa dengan keadaan tersebut. Bukan hanya tugas pemerintah tetapi keadaan ini juga menjadi tanggung jawab warga masyarakat Jakarta yang harus ikut serta dalam mengerjakannya.tetapi terkadang malah orang-orang yang punya kedudukan lah yang merusak kota yang dahulunya indah ini, dengan pembangunan proyek besar-besaran sehingga memakan lahan serapan air yang seharusnya dapat menapung air dikala hujan datang dan pembangunan proyek ini pun sering kali memakan jalan milik umum sehingga menyebabkan berkurangnya lahan jalan yang ada di Jakarta.
Selain itu produksi kendaraan sepedah motor yang sekarang bertambah marak , makin menimulkan masalah kemacetan bagi Ibu Kota , karena volumenya yang terus bertambah tetapi di iringi dengan lahan yang semakin menyusut. Berbgai macam alternative telah di jalankan salah satunya adalah pengoprasian bus way yang nyatanya tidak banyak berpengaruh terhadap masalah yang ada , tetapi malah menimbulkan masalah baru yaitu memakan badan jalan , belum lagi armada busnya yang sangat jauh dari kata layak , karena sudah mengalami kerusakan di mana-mana.
Banjir
Akar masalah banjir
Banjir terjadi di suatu kawasan, bila masukan air yang berasal dari hujan di kawasan tersebut ditambah dengan air hujan yang berasal dari kawasan hulu, jumlahnya lebih besar ketimbang yang dapat teralirkan ke laut dan yang terserap ke dalam tanah pada periode waktu tertentu. Tak heran, bencana banjir besar melanda Jakarta terjadi manakala hujan lebat turun di wilayah Bogor bersamaan dengan hujan deras di Jakarta dan pasang tertinggi di laut Teluk Jakarta.

Ini biasanya terjadi sekali dalam lima tahun, seperti banjir besar pada tahun 1997, 2002, 2007, dan 2012. Maka secara keruangan (spatial), segenap faktor penyebab banjir Jakarta dapat dikelompokkan menjadi tiga: (1) yang berasal dari kawasan hulu Jakarta, (2) dari dalam wilayah DKI Jakarta, dan (3) dari laut. Fungsi hidro-orologis daerah hulu (Bopunjur/Bogor-Puncak- Cianjur) untuk menyimpan air saat hujan dan mengeluarkannya saat kemarau sudah sangat menurun, tinggal 25% dari kapasitas aslinya.

Ini tecermin dari fluktuasi debit Sungai Ciliwung yang sangat besar antara musim penghujan dan kemarau. Penyebabutamanya taklain adalah kurangnya luasan kawasan lindung dan ruang terbuka hijau (RTH). Sebagian besar kawasan lindung dan RTH di sepanjang hulu Ciliwung telah dikonversi menjadi perumahan, vila, kawasan industri, pertanian, dan peruntukan lainnya. Pada 1992, kawasan terbangun di daerah tangkapan air (catchment area) hulu Ciliwung seluas 101.363 ha, kemudian pada 2006 naik dua kali lipat lebih menjadi 225.171 ha.

Sementara itu, kawasan tidak terbangun yang pada 1992 seluas 665.035 ha berkurang menjadi 541.227 ha (Lapan, 2006). Di dalam wilayah DKI Jakarta sendiri, kemampuan 13 sungai yang membelah DKI Jakarta, BKT (Banjir Kanal Timur), BKB (Banjir Kanal Barat), dan sejumlah saluran untuk mengalirkan air hujan ke laut terus berkurang akibat beragam ulah manusia yang destruktif. Pada saat yang sama, kapasitas tanah untuk menyerap air juga semakin terpangkas.

Ini disebabkan oleh kian menyusutnya daerah resapan air, situ, RTH, dan pemadatan tanah akibat semakin masifnya pembangunan gedung-gedung perkantoran, mal, perumahan, apartemen, pabrik, jalan, dan infrastruktur lainnya. Saat ini luas keseluruhan RTH hanya 9%, sedangkan idealnya 30% dari total luas wilayah DKI. Fakta bahwa sekitar 40% wilayah DKI berada di bawah permukaan air sungai dan laut, juga membuat Jakarta sangat rentan terhadap banjir.

Selain topografi alamiah yang rendah, terutama Jakarta Utara, banyaknya lokasi yang elevasinya di bawah permukaan laut itu juga akibat penyedotan air tanah dan aktivitas konstruksi yang masif. Sifat tanah wilayah DKI yang lunak ditambah dengan penyedotan air tanah yang tak terkendali telah menyebabkan land subsidence (penurunan muka tanah) antara 3–10 cm per tahun.

Selain itu, drainase yang buruk juga memperparah masalah banjir di Jakarta. Sementara itu, perubahan iklim global telah mengakibatkan permukaan laut meningkat, curah hujan dengan intensitas yang lebih tinggi di musim basah, dan rob semakin sering menyambangi Jakarta pada waktu dan lokasi yang tidak kita inginkan.

Solusi teknis

Maka itu, penanganan masalah banjir Jakarta secara tuntas hanya dapat terwujud melalui program pengendalian banjir secara terpadu berbasis daerah aliran sungai (DAS) dari hulu sampai hilir. Mengatasi banjir di daerah hilir (wilayah DKI) tanpa membenahi daerah hulu (Bopunjur) akan sia-sia belaka. Sehubungan dengan besarnya volume air ketika musim hujan, untuk wilayah DKI Jakarta kita mesti menerapkan kombinasi tiga konsep pengelolaan tata air secara simultan.

Pertama, mengendalikan aliran air dari daerah hulu (banjir kiriman) dan membatasi volume air yang masuk wilayah Ibu Kota. Untuk itu, fungsi BKT sebagai saluran kolektor untuk menampung limpahan air dari hulu yang dialirkan melalui sisi timur Ibu Kota harus segera dioptimalkan.

Pada saat yang sama, BKB untuk menampung limpahan air yang dialirkan lewat sisi barat kota harus ditinggikan dan direhabilitasi, karena banyak yang rusak akan mengalami penyempitan dan penyumbatan.

Kedua, mengupayakan agar air hujan sebanyak mungkin diresapkan ke dalam tanah guna memperbesar cadangan air tanah, yang sangat dibutuhkan saat kemarau. Untuk itu, kita harus memperbaiki dan memperluas daerah resapan air berupa taman, hutan kota, dan RTH lainnya hingga mencapai 30% luas wilayah DKI. Danaudanau baru juga perlu dibangun, sembari merevitalisasi puluhan danau dan situ yang kondisinya sudah parah.

Kini saatnya pemerintah mewajibkan pembangunan satu sumur resapan untuk setiap rumah dan pembuatan lubang biopori sebanyak mungkin di lahanlahan terbuka di wilayah yang muka air tanah (water table) nya masih dalam. Ketiga,memperlancar aliran air dari permukaan tanah yang terbuka ke saluran-saluran drainase, sungai-sungai, dan akhirnya ke laut.

Karena hampir semua saluran drainase dan ketiga belas sungai yang mengaliri DKI Jakarta telah mengalami penyempitan dan penyumbatan, pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama secara serius dan penuh disiplin untuk membongkar bangunan di sepanjang bantaran sungai, membersihkan sampah dan sedimen dari badan sungai dan kanal-kanal.

Penyedotan air tanah harus segera dibatasi atau dilarang (moratorium). Untuk memperluas RTH dan daerah resapan air, sudah saatnya kita beralih dari pola pembangunan perumahan dan perkantoran mendatar (satu lantai) menjadi rumah dan kantor bertingkat, seperti halnya megapolitan di negara-negara maju.

Karena sistem drainase Jakarta sebagian besar merupakan warisan Belanda yang sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi sekarang, sudah saatnya kita menata ulang sistem drainase sesuai dengan kondisi saat ini serta dinamika kependudukan, pembangunan, dan alam di masa mendatang.

Contohnya dengan membuat sistem drainase polder dengan pemompaan di kawasankawasan rendah (seperti Kelapa Gading dan Sunter) yang tidak memungkinkan air drainase mengalir ke sungai dan laut secara gravitasi.

Di bawah koordinasi pemerintah pusat, Pemprov DKI Jakarta harus bekerja sama dengan Pemprov Jabar dan Banten untuk merehabilitasi (menghijaukan) hutan lindung dan RTH yang telah rusak, terus membongkar vila dan bangunan lain yang dibangun di atas lahan dengan kemiringan lebih dari 45% dan di bantaran sungai, dan memperbaiki sistem pertanian sesuai asas konservasi tanah.

Dengan demikian, ekosistem hutan, RTH, dan tata guna lahan di wilayah hulu DAS Ciliwung akan mampu menahan dan menyimpan air saat musim penghujan, lalu mengeluarkannya secara teratur pada musim kemarau.

Selain itu, kita harus membangun waduk-waduk atau kolam-kolam penampung (retarding basins) di kanan-kiri Ciliwung mulai Ciawi sampai sebelum masuk wilayah DKI. Prinsip kerja pendekatan ini adalah menghadang aliran air dari hulu saat banjir, kemudian mengalirkannya ke dalam retarding basins, sebelum masuk wilayah yang hendak diselamatkan (Jakarta).

Retarding basins berupa waduk-waduk dan kolam juga bisa dimanfaatkan untuk tempat rekreasi dan pariwisata alam berupa pemancingan (sport fishing), dayung, berperahu, dan olahraga air lainnya serta menikmati keindahan panorama.

Untuk mencegah penyebab banjir dari laut berupa rob dan semakin meningkatnya permukaan laut, kita perlu membangun tanggul laut yang terintegrasi dengan reklamasi pantura Jakarta. Solusi teknis di atas hanya dapat berhasil, bila diikuti oleh perbaikan perilaku dan etos kerja aparat pemerintah, DPR, swasta, dan masyarakat secara mendasar dan revolusioner.

Semua pihak harus sadar bahwa menjinakkan banjir Jakarta merupakan tanggung jawab bersama. Tidak lagi saling melempar kesalahan. Setiap komponen bangsa harus menyumbangkan kemampuan terbaiknya dan bekerja sama secara sinergis untuk mengatasi masalah banjir secara tuntas.

Macet
Jika dilihat dari insfrastruktur jalan yang tersedia, memang volume kendaraan tak sebanding dengan luas jalan yang ada. Pertumbuhan kendaraan seperti mobil dan sepeda motor lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan jalan yang tersedia. Belum lagi munculnya program mobil murah, padahal tanpa mobil murah pun jalan di Ibukota sudah sedemikian macetnya. Alih alih ingin membuat rakyat kalangan menengah kebawah supaya bisa menikmati mempunyai mobil sendiri justru kebijakan ini berdampak dengan semakin macetnya jalanan di Ibukota. Padahal pada kenyataannya rakyat kalangan menengah kebawah lebih membutuhkan sandang pangan dan rumah murah ketimbang mobil murah, mereka juga lebih menginginkan pendidikan dan biaya kesehatan murah dibanding mobil murah. Kiranya pertumbuhan kendaraan yang pesat ini diimbangi dengan pertumbuhan jalan yang memadai.
Ketegasan petugas polantas saat bertugas sangat penting dan dibutuhkan untuk mengatasi kemacetan di Ibukota ini. Polantas harus berani menindak semua pengendara yang tidak disiplin dalam berlalu lintas. Tidak boleh tebang pilih dalam menindak pengendara yang berkendara seenaknya saja, yang dapat menyebabkan kemacetan bahkan dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan dalam berlalu lintas. Baik itu masyarakat kalangan menegah keatas, masyarakat kalangan menengah kebawah, atau bahkan pejabat sekalipun kalau mereka tidak disiplin dalam berlalu lintas, petugas polantas wajib menindak tegas perilaku berkendara mereka dengan memberikan arahan dalam berlalu lintas yang baik dan benar atau kalau perlu dengan memberikan surat tilang. Hal ini dimaksudkan agar memberi efek jera terhadap pengendara dan mereka bisa berkendara dengan disiplin mengikuti peraturan dan rambu – rambu lalu lintas yang ada. Petugas jangan mau disuap dengan diberi uang oleh para pengendara atas tindakan tidak disiplin mereka dalam berlalu lintas.
Solusi untuk mengatasi kemacetan tersebut, kita sebagai warga Negara dan sebagai pengguna jalan yang meninginkan kenyamanan dalam berkendara tidak ada salahnya untuk tertib dalam berlalu lintas serta disiplin dan mentaati peraturan lalu lintas yang ada. Terlebih saat terjadi kemacetan atau kecelakaan lalu lintas yang membuat perjalanan tersendat, budaya antri sangat dianjurkan untuk mengurangi dampak kemacetan yang semakin parah.
Karena, sikap antri dan disiplin dalam berkendara serta mentaati peraturan lalu lintas yang ada dampaknya kita juga yang menikmati. Selain membuat nyaman dalam berkendara dan berlalu lintas, hal tersebut juga dapat mengurangi resiko kecelakaan yang sering terjadi akibat kurang disiplinnya pengguna jalan dalam berkendara dan berlalu lintas.
Pun demikian dengan peraturan yang banyak dibuat dan jalan raya yang diperlebar, tetapi bila petugas tidak tegas dalam menjaga ketertiban lalu lintas dan kita sebagai pengguna jalan juga berperilaku tidak disiplin dalam berlalu lintas, maka peraturan hanya tinggal peraturan, jalan yang sudah diperlebarpun seakan masih kurang lebar, yang ada hanya kesemrawutan dijalan dan tingkat kecelakaan lalu lintas yang meningkat



Sumber:

Tugas 1


Penalaran
Penalaran adalah sebuah pemikiran yang sistematis dan logis untuk mendapatkan suatu kesimpulan yang mana bahan untuk mengambil kesimupulan tersebut bisa merupakan fakta , informasi , pengalaman , bukti atau pendapat para ahli.
Wujud evidensi
Evidensi biasanya berwujud data dan informasi. Yang di makksud dengan data dan informasi adalah bahan  yang di dapatkan dari sumber tertentu, dan pada dasarnya data dan informasi harus jelas kebenarannya dan bisa di pertanggung jawabkan.

Cara Menguji Data
      Observasi
Fakta-fakta yang diajukan sebagai evidensi mungkin belum memuaskan seorang pengarang atau penulis. Untuk lebih meyakinkan dirinya sendiri dan sekaligus dapat menggunakannya sebaik-baiknya dalam usaha meyakinkan para pembaca, maka kadang-kadang pengarang merasa perlu untuk mengadakan peninjauan atau observasi singkat untuk mengecek data atu informasi itu.
Tiap pengarang atau penulis harus mengadakan pengujian lagi dengan mengobservasi sendiri data atau informasi itu. Sesudah mengadakan observasi, pengarang dapat menentukan sikap apakah informasi atau data itu sesungguhnya merupakan fakta atau tidak, atau barangkali hanya sebagian saja yang benar sedangkan sebagian lain hanya didasarkan pada perasaan dan prasangka para informan.

      Kesaksian
Keharusan menguji data dan informasi, tidak selalu harus dilakukan dengan observasi. Kadang-kadang sangat sulit untuk mengharuskan seseorang mengadakn obeservasi atas obyek yang akan dibicarakan. Kesulitan itu terjadi karena waktu, tempat, dan biaya yang harus dikeluarkan. Untuk mengatasi hal itu penulis atau pengarang dapat melakukan pengujian dengan meminta kesaksian atau keterangan dari orang lain, yang tidak mengalami sendiri atau menyelidiki sendiri persoalan itu.
Demikian pula halnya dengan semua pengarang atau penulis. Untuk memperkuat evidensinya, mereka dapat mempergunakan kesaksian-kesaksian orang lain yang telah mengalami sendiri perisitiwa tersebut.



Autoritas
Cara ketiga yang dapat dipergunakan untuk menguji fakta dalam usaha menyusun evidensi adalah meminta pendapat dari suatu autoritas, yakni pendapat dari seorang ahli, atau mereka yang telah menyelidiki fakta-fakta itu dengan cermat, memperhatikan semua kesaksian, menilai semua fakta kemudian memberikan pendapat mereka sesuai dengan keahlian mereka dalam bidang itu.

Cara Menguji Fakta
Konsistensi
Dasar pertama yang dipakai untuk menetapkan fakta mana yang akan dipakai sebagai evidensi adalah kekonsistenan. Sebuah argumentasi akan kuat dan mempunyai tenaga persuasif yang tinggi, kalau evidensi-evidensinya bersifat konsisten, tidak ada satu evidensi bertentangan atau melemahkan evidensi yang lain.

Koherensi
Dasar kedua yang dapat dipakai untuk mengadakan penilaian fakta mana yang dapat dipergunakan sebagai evidensi adalah masalah koherensi. Semua fakta yang akan digunakan sebagai evidensi adalah masalah koherensi. Semua fakta yang akan dipergunakan sebagai evidensi harus pula koheren dengan pengalaman-pengalaman manusia, atau sesuai dengan pandangan atau sikap yang berlaku. Bila penulis menginginkan agar sesuatu hal dapat diterima, ia harus meyakinkan pembaca bahwa karena pembaca setuju atau menerima fakta-fakta dan jalan pikiran yang menemukakannya, maka secara konsekuen pula pembaca harus menerima hal lain, yaitu konklusinya.

Cara Menilai Autoritas
Tidak Mengandung Prasangka
dasar pertama yang perlu diketahui oleh penulis adalah bahwa pendapat autoritas sama sekali tidak boleh mengandung prasangka. Yang tidak mengandung prasangka artinya pendapat itu disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh ahli itu sendiri, atau didasarkan pada hasil-hasil eksperimental yang dilakukannya. Pengertian tidak mengandung prasangka juga mencakup hal lain, yaitu bahwa autoritas itu tidak boleh memperoleh keuntungan pribadi dari data-data eksperimentalnya.
Pengalaman dan Pendidikan Autoritas
dasar kedua yang harus diperhitungkan penulis untuk menilai pendapat suatu autoritas adalah menyangkut pengalaman dan pendidikan autoritas. Pendidikan yang diperolehnya harus dikembangkan lebih lanjut dalam kegiatan-kegiatan sebagai seorang ahli yang diperoleh melalui pendidikannya tadi.
Walaupun jaman kita ini sudah begitu condong atau cenderung dengan berbagai macam spesifikasi, namun kita tidak boleh mengabaikan keahlian seseorang dalam beberapa macam bidang tertentu.

Kemashuran dan Prestise
faktor ketiga yang harus diperhatikan oleh penulis untuk menilai autoritas adalah meneliti apakah pernyataan atau pendapat yang akan dikutip sebagai autoritas itu hanya sekedar bersembunyi di balik kemashuran dan prestise pribadi di bidang lain.
Sering terjadi bahwa seseorang yang menjadi terkenal karena prestise tertentu, dianggap berwenang pula dalam segala bidang. Seorang yang menjadi terkenal karena memperoleh lima medali emas berturut-turut  dalam pertandingan lomba lari jarak lima ribu meter, diminta pendapatnya tentang cara-cara pemberantasan korupsi.

Koherensi dengan Kemajuan
hal keempat yang perlu diperhatikan penulis argumentasi adalah apakah pendapat yang diberikan autoritas itu sejalan dengan perkembangan dan kemajuan jaman, atau koheren dengan pendapat atau sikap terakhir dalam bidang itu.
Pengetahuan dan pendapat terakhir tidak selalu berarti bahwa pendapat itulah yang terbaik. Tetapi harus diakui bahwa pendapat-pendapat terakhir dari ahli-ahli dalam bidang yang sama lebih dapat diandalkan, karena autoritas-autoritas semacam itu memperoleh kesempatan yang paling baik untuk membandingkan semua pendapat sebelumnya, dengan segala kebaikan dan keburukannya atau kelemahannya, sehingga mereka dapat mencetuskan suatu pendapat yang lebih baik, yang lebih dapat dipertanggung jawabkan.
Sebab itu untuk memberi evaluasi yang tepat terhadap autoritas yang dikutip, pengarang harus menyebut nama autoritas, gelar, kedudukatif, dan sumber khusus tempat kutipan itu dijumpai. Bila mungkin penulis harus mengutip setepat-tepatnya kata-kata atau kalimat autoritas tersebut.
Untuk memperlihatkan bahwa penulis sungguh-sungguh siap dengan persoalan yang tengah diargumentasikan, maka sebaiknya seluruh argumentasi itu jangan didasarkan hanya pada satu autoritas.

Silogisme katagorial , Silogisme hipotesis , Silogisme alternatif

Silogisme Kategorial

Silogisme kategorial disusun berdasarkan klasifikasi premis dan kesimpulan yang kategoris. Premis yang mengandung predikat dalam kesimpulan disebut premis mayor, sedangkan premis yang mengandung subjek dalam kesimpulan disebut premis minor.
Contoh silogisme Kategorial:
My : Semua mahasiswa adalah lulusan SMA
Mn : Bustomi adalah mahasiswa
K     : Bustomi lulusan MA

Silogisme Hipotesis

Silogisme yang terdiri atas premis mayor yang berproposisi konditional hipotesis.
Konditional hipotesis yaitu, bila premis minornya membenarkan anteseden, simpulannya membenarkan konsekuen. Bila minornya menolak anteseden, simpulannya juga menolak konsekuen.
Contoh :
My : Jika tidak ada udara, makhluk hidup akan mati.
Mn : Udara tidak ada.
K     : Jadi, Makhluk hidup akan mati.

Silogisme Alternatif

Silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternatif.
Proposisi alternatif yaitu bila premis minornya membenarkan salah satu alternatifnya.  Simpulannya akan menolak alternatif yang lain.
Contoh
My : Mirzal berada di Lenteng Agung atau Depok.
Mn : Mirzal berada di Lenteng Agung.
K     : Jadi, Mirzal tidak berada di Depok.


Cara-cara berfikir induktif

1. Generalisasi
    Merupakan penarikan kesimpulan umum dari pernyataan atau data-data yang ada.

Dibagi menjadi 2 :
a. Generalisasi Sempurna / Tanpa loncatan induktif 
    Fakta yang diberikan cukup banyak dan meyakinkan.
    Contoh :
       - Sensus Penduduk.
       - Jika dipanaskan, besi memuai.
         Jika dipanaskan, baja memuai.
         Jika dipanaskan, tembaga memuai.
         Jadi, jika dipanaskan semua logam akan memuai.
b. Generalisasi Tidak Sempurna / Dengan loncatan induktif
    Fakta yang digunakan belum mencerminkan seluruh fenomena yang ada.
Contoh :
Setelah kita menyelidiki sebagian bangsa Indonesia bahwa mereka adalah manusia yang suka bergotong-royong, kemudian kita simpulkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang suka bergotong-royong.

2. Analogi
    Merupakan penarikan kesimpulan berdasarkan kesamaan data atau fakta. Pada analogi biasanya membandingkan 2 hal yang memiliki karakteristik berbeda namun dicari persamaan yang ada di tiap bagiannya.
 Tujuan dari analogi :
    - Meramalkan kesamaan.
    - Mengelompokkan klasifikasi.
    - Menyingkapkan kekeliruan.
Contoh :
Ronaldo adalah pesepak bola.
Ronaldo berbakat bermain bola.
Ronaldo adalah pemain real madrid.
  
3. Kausal
    Merupakan proses penarikan kesimpulan dengan prinsip sebab-akibat.
    Terdiri dari 3 pola, yaitu :

a. Sebab ke akibat = Dari peristiwa yang dianggap sebagai akibat ke kesimpulan sebagai efek.
Contoh : Karena terjatuh di tangga, Kibum harus beristirahat selama 6 bulan.
b. Akibat ke sebab = Dari peristiwa yang dianggap sebagai akibat ke kejadian yang dianggap penyebabnya.
Contoh : Jari kelingking Leeteuk patah karena memukul papan itu.
c. Akibat ke akibat = Dari satu akibat ke akibat lainnya tanpa menyebutkan penyebabnya.



Tugas 1


Penalaran
Penalaran adalah sebuah pemikiran yang sistematis dan logis untuk mendapatkan suatu kesimpulan yang mana bahan untuk mengambil kesimupulan tersebut bisa merupakan fakta , informasi , pengalaman , bukti atau pendapat para ahli.
Wujud evidensi
Evidensi biasanya berwujud data dan informasi. Yang di makksud dengan data dan informasi adalah bahan  yang di dapatkan dari sumber tertentu, dan pada dasarnya data dan informasi harus jelas kebenarannya dan bisa di pertanggung jawabkan.

Cara Menguji Data
      Observasi
Fakta-fakta yang diajukan sebagai evidensi mungkin belum memuaskan seorang pengarang atau penulis. Untuk lebih meyakinkan dirinya sendiri dan sekaligus dapat menggunakannya sebaik-baiknya dalam usaha meyakinkan para pembaca, maka kadang-kadang pengarang merasa perlu untuk mengadakan peninjauan atau observasi singkat untuk mengecek data atu informasi itu.
Tiap pengarang atau penulis harus mengadakan pengujian lagi dengan mengobservasi sendiri data atau informasi itu. Sesudah mengadakan observasi, pengarang dapat menentukan sikap apakah informasi atau data itu sesungguhnya merupakan fakta atau tidak, atau barangkali hanya sebagian saja yang benar sedangkan sebagian lain hanya didasarkan pada perasaan dan prasangka para informan.

      Kesaksian
Keharusan menguji data dan informasi, tidak selalu harus dilakukan dengan observasi. Kadang-kadang sangat sulit untuk mengharuskan seseorang mengadakn obeservasi atas obyek yang akan dibicarakan. Kesulitan itu terjadi karena waktu, tempat, dan biaya yang harus dikeluarkan. Untuk mengatasi hal itu penulis atau pengarang dapat melakukan pengujian dengan meminta kesaksian atau keterangan dari orang lain, yang tidak mengalami sendiri atau menyelidiki sendiri persoalan itu.
Demikian pula halnya dengan semua pengarang atau penulis. Untuk memperkuat evidensinya, mereka dapat mempergunakan kesaksian-kesaksian orang lain yang telah mengalami sendiri perisitiwa tersebut.



Autoritas
Cara ketiga yang dapat dipergunakan untuk menguji fakta dalam usaha menyusun evidensi adalah meminta pendapat dari suatu autoritas, yakni pendapat dari seorang ahli, atau mereka yang telah menyelidiki fakta-fakta itu dengan cermat, memperhatikan semua kesaksian, menilai semua fakta kemudian memberikan pendapat mereka sesuai dengan keahlian mereka dalam bidang itu.

Cara Menguji Fakta
Konsistensi
Dasar pertama yang dipakai untuk menetapkan fakta mana yang akan dipakai sebagai evidensi adalah kekonsistenan. Sebuah argumentasi akan kuat dan mempunyai tenaga persuasif yang tinggi, kalau evidensi-evidensinya bersifat konsisten, tidak ada satu evidensi bertentangan atau melemahkan evidensi yang lain.

Koherensi
Dasar kedua yang dapat dipakai untuk mengadakan penilaian fakta mana yang dapat dipergunakan sebagai evidensi adalah masalah koherensi. Semua fakta yang akan digunakan sebagai evidensi adalah masalah koherensi. Semua fakta yang akan dipergunakan sebagai evidensi harus pula koheren dengan pengalaman-pengalaman manusia, atau sesuai dengan pandangan atau sikap yang berlaku. Bila penulis menginginkan agar sesuatu hal dapat diterima, ia harus meyakinkan pembaca bahwa karena pembaca setuju atau menerima fakta-fakta dan jalan pikiran yang menemukakannya, maka secara konsekuen pula pembaca harus menerima hal lain, yaitu konklusinya.

Cara Menilai Autoritas
Tidak Mengandung Prasangka
dasar pertama yang perlu diketahui oleh penulis adalah bahwa pendapat autoritas sama sekali tidak boleh mengandung prasangka. Yang tidak mengandung prasangka artinya pendapat itu disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh ahli itu sendiri, atau didasarkan pada hasil-hasil eksperimental yang dilakukannya. Pengertian tidak mengandung prasangka juga mencakup hal lain, yaitu bahwa autoritas itu tidak boleh memperoleh keuntungan pribadi dari data-data eksperimentalnya.
Pengalaman dan Pendidikan Autoritas
dasar kedua yang harus diperhitungkan penulis untuk menilai pendapat suatu autoritas adalah menyangkut pengalaman dan pendidikan autoritas. Pendidikan yang diperolehnya harus dikembangkan lebih lanjut dalam kegiatan-kegiatan sebagai seorang ahli yang diperoleh melalui pendidikannya tadi.
Walaupun jaman kita ini sudah begitu condong atau cenderung dengan berbagai macam spesifikasi, namun kita tidak boleh mengabaikan keahlian seseorang dalam beberapa macam bidang tertentu.

Kemashuran dan Prestise
faktor ketiga yang harus diperhatikan oleh penulis untuk menilai autoritas adalah meneliti apakah pernyataan atau pendapat yang akan dikutip sebagai autoritas itu hanya sekedar bersembunyi di balik kemashuran dan prestise pribadi di bidang lain.
Sering terjadi bahwa seseorang yang menjadi terkenal karena prestise tertentu, dianggap berwenang pula dalam segala bidang. Seorang yang menjadi terkenal karena memperoleh lima medali emas berturut-turut  dalam pertandingan lomba lari jarak lima ribu meter, diminta pendapatnya tentang cara-cara pemberantasan korupsi.

Koherensi dengan Kemajuan
hal keempat yang perlu diperhatikan penulis argumentasi adalah apakah pendapat yang diberikan autoritas itu sejalan dengan perkembangan dan kemajuan jaman, atau koheren dengan pendapat atau sikap terakhir dalam bidang itu.
Pengetahuan dan pendapat terakhir tidak selalu berarti bahwa pendapat itulah yang terbaik. Tetapi harus diakui bahwa pendapat-pendapat terakhir dari ahli-ahli dalam bidang yang sama lebih dapat diandalkan, karena autoritas-autoritas semacam itu memperoleh kesempatan yang paling baik untuk membandingkan semua pendapat sebelumnya, dengan segala kebaikan dan keburukannya atau kelemahannya, sehingga mereka dapat mencetuskan suatu pendapat yang lebih baik, yang lebih dapat dipertanggung jawabkan.
Sebab itu untuk memberi evaluasi yang tepat terhadap autoritas yang dikutip, pengarang harus menyebut nama autoritas, gelar, kedudukatif, dan sumber khusus tempat kutipan itu dijumpai. Bila mungkin penulis harus mengutip setepat-tepatnya kata-kata atau kalimat autoritas tersebut.
Untuk memperlihatkan bahwa penulis sungguh-sungguh siap dengan persoalan yang tengah diargumentasikan, maka sebaiknya seluruh argumentasi itu jangan didasarkan hanya pada satu autoritas.

Silogisme katagorial , Silogisme hipotesis , Silogisme alternatif

Silogisme Kategorial

Silogisme kategorial disusun berdasarkan klasifikasi premis dan kesimpulan yang kategoris. Premis yang mengandung predikat dalam kesimpulan disebut premis mayor, sedangkan premis yang mengandung subjek dalam kesimpulan disebut premis minor.
Contoh silogisme Kategorial:
My : Semua mahasiswa adalah lulusan SMA
Mn : Bustomi adalah mahasiswa
K     : Bustomi lulusan MA

Silogisme Hipotesis

Silogisme yang terdiri atas premis mayor yang berproposisi konditional hipotesis.
Konditional hipotesis yaitu, bila premis minornya membenarkan anteseden, simpulannya membenarkan konsekuen. Bila minornya menolak anteseden, simpulannya juga menolak konsekuen.
Contoh :
My : Jika tidak ada udara, makhluk hidup akan mati.
Mn : Udara tidak ada.
K     : Jadi, Makhluk hidup akan mati.

Silogisme Alternatif

Silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternatif.
Proposisi alternatif yaitu bila premis minornya membenarkan salah satu alternatifnya.  Simpulannya akan menolak alternatif yang lain.
Contoh
My : Mirzal berada di Lenteng Agung atau Depok.
Mn : Mirzal berada di Lenteng Agung.
K     : Jadi, Mirzal tidak berada di Depok.


Cara-cara berfikir induktif

1. Generalisasi
    Merupakan penarikan kesimpulan umum dari pernyataan atau data-data yang ada.

Dibagi menjadi 2 :
a. Generalisasi Sempurna / Tanpa loncatan induktif 
    Fakta yang diberikan cukup banyak dan meyakinkan.
    Contoh :
       - Sensus Penduduk.
       - Jika dipanaskan, besi memuai.
         Jika dipanaskan, baja memuai.
         Jika dipanaskan, tembaga memuai.
         Jadi, jika dipanaskan semua logam akan memuai.
b. Generalisasi Tidak Sempurna / Dengan loncatan induktif
    Fakta yang digunakan belum mencerminkan seluruh fenomena yang ada.
Contoh :
Setelah kita menyelidiki sebagian bangsa Indonesia bahwa mereka adalah manusia yang suka bergotong-royong, kemudian kita simpulkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang suka bergotong-royong.

2. Analogi
    Merupakan penarikan kesimpulan berdasarkan kesamaan data atau fakta. Pada analogi biasanya membandingkan 2 hal yang memiliki karakteristik berbeda namun dicari persamaan yang ada di tiap bagiannya.
 Tujuan dari analogi :
    - Meramalkan kesamaan.
    - Mengelompokkan klasifikasi.
    - Menyingkapkan kekeliruan.
Contoh :
Ronaldo adalah pesepak bola.
Ronaldo berbakat bermain bola.
Ronaldo adalah pemain real madrid.
  
3. Kausal
    Merupakan proses penarikan kesimpulan dengan prinsip sebab-akibat.
    Terdiri dari 3 pola, yaitu :

a. Sebab ke akibat = Dari peristiwa yang dianggap sebagai akibat ke kesimpulan sebagai efek.
Contoh : Karena terjatuh di tangga, Kibum harus beristirahat selama 6 bulan.
b. Akibat ke sebab = Dari peristiwa yang dianggap sebagai akibat ke kejadian yang dianggap penyebabnya.
Contoh : Jari kelingking Leeteuk patah karena memukul papan itu.
c. Akibat ke akibat = Dari satu akibat ke akibat lainnya tanpa menyebutkan penyebabnya.