Koprasi
pegawai negeri
Selama
satu dekade terakhir ini, perkembangan koperasi di wilayah Kabupaten
Grobogan --khususnya koperasi pegawai negeri, yang kini sebutannya
berubah menjadi KPRI (Koperasi Pegawai Republik Indonesia)-- mengalami
kemajuan signifikan. Pertumbuhan nilai asset, jumlah anggota, tingkat pelayanan
dan dengan sendirinya juga laba usaha sebagaimana tercermin dalam struktur sisa
hasil usaha (SHU) terus mengalami kecenderungan (trend) meningkat seiring
dengan ragam tuntutan anggota mengenai pelayanan koperasi pegawai yang lebih
prima.
Para
pengurus KPRI pada umumnya sudah sangat memahami landasan pengelolaan koperasi
yang pada prinsipnya menyangkut 3 (tiga) hal utama sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan Pasal 29 Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian, yakni, pertama bertanggungjawab secara penuh untuk
mengelola dan mengamankan asset kepemilikan anggota dan berkewajiban
secara maksimal untuk mengembangkannya; kedua berkewajiban mengembangkan kreasi
dalam upaya peningkatan kesejahteraan anggota sebagai ekspresi kesungguhan
dalam mengemban amanat dan kepercayaan anggota; ketiga wajib mempertahankan
aspek tranparansi dan akuntabilitas dalam tata kelola kelembagaannya dengan
melaporkan seluruh aktifitas kelembagaan kepada anggota melalui Rapat Anggota
Tahunan (RAT) atau media lainnya, antara lain fasilitasi informasi keuangan,
program, layanan kebijakan dan kepentingan lain anggota.
Perkembangan
menggembirakan identik juga dialami oleh KPRI “Praja Sejahtera” yang merupakan
koperasi milik Pemerintah Kabupaten Grobogan sebagaimana Laporan Rapat
Anggota Tahunan Tutup Tahun Buku 2010 yang lalu (untuk posisi enam tahun
terakhir), sbb:
No
|
Komponen
|
Tahun 2005
|
Tahun 2010
|
Naik/
Turun
|
1
|
Asset
|
Rp.2,210,658,881.15
|
Rp.7,082,509,427.24
|
320,38%
|
2
|
Modal Sendiri
|
Rp 1,422,826,566.20
|
Rp.4,638,725,242.54
|
326,02%
|
3
|
Besar Pinjaman
|
Rp 10,000,000.00
|
Rp
40,000,000.00
|
400%
|
4
|
Jasa/bulan
|
1.50%
|
1%
|
-0,50%
|
5
|
SHU/Simp Kesra
|
Rp
190,409,049.85
|
Rp.
638,254,640.56
|
335,20 %
|
6
|
Jumlah Anggota
|
892
|
958
|
106%
|
Karena
potensi ekonominya yang sudah mencapai Rp.7,000,000,000 lebih
tersebut, memberikan ruang keleluasaan kepada Pengurus/Pengawas/Anggota untuk
lebih meningkatkan layanan anggotanya dengan berbagai keputusan konstruktif
melalui media RAT (Rapat Anggota Tahunan) yang merupakan ajang pengambilan
keputusan tertinggi bagi lembaga koperasi, antara lain menurunkan tingkat
jasa hanya 1% per bulan (sehingga untuk pertamakalinya jasa pinjaman koperasi
menjadi “sangat bersaing”, bahkan lebih murah ketimbang dengan jasa
pinjaman lembaga keuangan lainnya, termasuk BUMN/BUMD sekalipun).
Sebagaimana
diketahui bahwa pada akhir tahun buku, anggota masih memperoleh hak “bagian
SHU” anggota berupa 50 % dari perhitungan SHU (Sisa Hasil Usaha) yang
diperhitungkan pada akses sumbangsih peran anggotanya, yakni 25 % anggota
berjasa dan 25 % anggota penyimpan. Dengan demikian, bagi anggota yang
memanfaatkan pinjaman kepada koperasi maka akan memperoleh 50 % dari distribusi
SHU (Sisa Hasil Usaha). Dan sebaliknya, bagi anggota yang sama sekali tidak
memanfaatkan produk pinjaman koperasi, ia hanya berhak sebesar 25 % dari
distribusi SHU (Sisa Hasil Usaha).
Ragam
peningkatan pelayanan anggota juga makin bervariasi dengan diselenggarakannya
Arisan Sepeda Motor, dimana jika dipersadingkan dengan pola kredit sepeda motor
pihak lain, nominal harganya jauh lebih murah. Sedangkan tingkat pinjaman
anggota untuk Tahun Buku 2011 yang tengah berjalan ini mencapai Rp.50.000.000,-
per anggota.
Kondisi
ini telah mampu membuktikan bahwa keberadaan KPRI (Koperasi Pegawai Republik
Indonesia) di tingkat primer, yakni “Praja Sejahtera” Pem. Kab.
Grobogan berhasil menunjukkan jati dirinya sebagai lembaga ekonomi bersama yang
memberikan manfaat kepada anggotanya.
Sementara
di tingkat sekunder KPRI, yakni PKPRI (Pusat Koperasi Pegawai Republik
Indonesia) Kab. Grobogan, potensi ekonomi koperasi yang berhimpun di dalamnya
dan beranggota 54 KPRI mencapai 100 milyar lebih (berdasarkan Neraca
Konsolidasi PKPRI Kab. Grobogan per 31 Desember 2010, kekuatan ekonomi PKPRI
sebesar Rp.115,307,821,121.14).
Kekuatan Ekonomi Besar Yang Dipandang Sebelah Mata
Apabila
mencermati komposisi besaran asset dari 54 KPRI tersebut, akan diperoleh 3
(tiga) kategori; koperasi papan atas dengan asset sebesar lebih 1 milyar,
koperasi menengah dengan asset mulai 0, 5 milyar sampai dengan 1 milyar,
koperasi kecil dengan nilai asset s/d 0, 5 milyar, sebagaimana tabel
berikut ini:
Kategori
KPRI se Kab Grobogan
|
|||
No
|
Penggolongan
|
Jumlah
|
Perimbangan Relati
|
1
|
KPRI Papan Atas
|
28
|
28 %
|
2
|
KPRI Menengah
|
14
|
14 %
|
3
|
KPRI Kecil
|
12
|
12 %
|
Jumlah
|
54
|
Dari
28 KPRI kelompok papan atas tersebut, lima diantaranya termasuk koperasi yang
nilai assetnya sangat besar sbb.:
No
|
Nama
KPRI
|
Dinas/Instansi
|
Nilai Asset
per 31 Desember 2010 (Rp)
|
1
|
“Sido
Muncul”
|
Dinas
Kesehatan Kab. Grobogan
|
17,494,777,146.97
|
2
|
“Praja
Sejahtera”
|
Pem.
Kab. Grobogan
|
7,082,509,427.2
|
3
|
“Sejahtera”
|
UPTD
Pendidikan, Kec. Pulokulon
|
6,391,520,008.00
|
4
|
“Tentrem”
|
UPTD
Pendidikan, Kec. Wirosari
|
5,070,233,937.00
|
5
|
“Bangun”
|
UPTD
Pendidikan, Kec. Godong
|
5,018,786,952.58
|
Walaupun
potensi assetnya sudah begitu besar, kekuatan ekonomi dimaksud masih dipandang
sebelah mata karena berbagai faktor. Pertama,
aktifitas koperasi di lingkungan pegawai negeri acapkali masih dianggap sebagai
kegiatan “rukun menabung” karena personalia pengelolanya (pengurus maupun
pengawas) cenderung melaksanakan kewajibannya sebagai “pekerjaan sambilan”
disamping tugas pokoknya sebagai PNS aktif. Kedua, karena “core
bisnisnya” lebih bertumpu pada kegiatan simpan pinjam maka “greget kelembagaannya” hanya
dikenali di lingkungan internal koperasinya.
Jarang
sekali KPRI melebarkan sayapnya dengan membuka diversifikasi usaha secara
terbuka guna melayani kepentingan di luar kebutuhan anggota, padahal
ketentuannya memungkinkan.
Tantangan Masa Depan
Kecenderungan
perkembangan KPRI yang demikian pesat, justru memunculkan berbagai tantangan di
masa depan apabila tidak secara dini diambil langkah-langkah antisipatif oleh
pemerintah (termasuk pemerintah daerah) dan tidak menutup kemungkinan munculnya
persoalan-persoalan signifikan yang dapat menimbulkan suasana kontra produktif
bagi gerakan KPRI secara keseluruhan. Tantangan tersebut meliputi beberapa hal
berikut:
1. Penataan Kelembagaan, meliputi kejelasan tugas pokok dan fungsi para pengelola
(pengurus maupun pengawas). Bagi koperasi papan atas, perlakuan sebagai
“pekerjaan sambilan” tidak bisa lagi dapat dipertahankan. Kepemilikan asset
yang sudah mencapai milyaran memerlukan konsentrasi tata kelola manajemen yang
lebih focus. Oleh karena itu seyogyanya Pemerintah Daerah berani menerbitkan
ketentuan yang mengatur kepengurusan, misalnya dengan terobosan konstruktif
berupa pengaturan kepegawaian dimana pengurus/pengawas KPRI yang bersangkutan
dibebaskan dari tugas organiknya namun dengan privilege tertentu (aplikasinya dapat merujuk ketika kepengurusan
KORPRI di masa lalu diberikan kesetaraan
eselenoring). Selain hal itu setiap koperasi papan atas diwajibkan
menyelenggarakan Pendidikan dan Latihan (Diklat) bagi anggotanya setiap tahun
melalui Keputusan RAT/RAP dalam rangka membentuk kader-kader koperasi yang
profesional.
2. Penataan Ekonomi,
Limitasi pengenaan jasa anggota misalnya, harus ditetapkan batasan tertinggi
yang diperbolehkan dan kapan hal itu diberlakukan. Pemikiran ini perlu
dikemukakan karena fakta empiris di lapangan terdapat tunggakan anggota
koperasi yang “tetap dikenakan jasa berjalan” sehingga nominal tunggakan
menjadi demikian besar yang justru menimbulkan piutang macet yang sama
sekali tidak dapat ditarik kembali karena perlakuan pembebanan “jasa yang bertubi-tubi”. Kondisi ini
jelas bertentangan dengan UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (khusunya
Pasal 2, 3 dan 4)
3. Kontinuitas Pembinaan. Desain pembinaan sistemik, terstruktur danperlu segera
dibangun yang memungkinkan Pemerintah Daerah dapat mengawasi keberadaan serta
perkembangan koperasi pegawai negeri, sehingga persoalan-persoalan krusial
dapat segera diketahui lebih awal dan tidak mengakibatkan permasalahan koperasi
menjadi berlarut-larut penyelesaiannya. Alternatif pilihannya dengan menyusun
semacam PKPT (Program Kerja Pembinaan Tahunan) dengan melibatkan segenap
unsur lini pada Dinas Koperasi dan UMKM.
Demikian,
semoga tulisan sederhana ini bermanfaat bagi para insan aktifis koperasi
pegawai negeri. DIRGAHAYU HARI KOPERASI.
(M. PURWADI JOKO WIDODO, SE, MM , Ketua
KPRI “Praja Sejahtera” Pem. Kab.Grobogan dan Wakil Ketua PKPRI Kab. Grobogan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar