Kejahatan korporasi adalah ejahatan yang di
lakukan oleh orang orang yang mempunyai kedudukan atau dilakukan oleh badan
korporasi yang menyebabkan suatu dampak yang luar biasa dan efek dari
kejahatannya tidak akan hilang meskipun pembuat kejahataan sudah dikenai
hukuman.
Kejahatan korporasi yang dilakukan oleh Soros
yang ber4akibat pada krisis tahun 1998 pada Negara ASEAN
Soros dikenal memiliki kemampuan tinggi dalam
berspekulasi di bidang perdagangan mata uang. Pada tahun 1982, dalam waktu
singkat Soros berhasil meraup keuntungan 1,2 milyar dolar dalam perdagangan
mata uang Poundsterling. Akibatnya, sebagian perekonomian Inggris hancur. Iapun
dijuluki sebagai “Pria Yang Menghancurkan Pound” (The Man Who Broke the Pound).
Pada pertengahan tahun 1997, perekonomian negara-negara Asia Tenggara, antara
lain Indonesia, Thailand, dan Malaysia, tergoncang hebat karena secara tiba-tiba
harga tukar dollar melonjak tinggi. Ribuan perusahaan bangkrut dan jutaan orang
menjadi penganggur.
Meskipun banyak faktor yang menyebabkan krisis
moneter ini, namun salah satu sebab utamanya adalah perilaku para spekulan
valuta asing yang telah memborong dollar Amerika, lalu menjualnya dengan harga
tinggi sehingga nilai mata uang negara-negara ASEAN itu terpuruk. Spekulan uang
terbesar pada era krisis tersebut adalah George Soros.
Kebangkrutan berbagai industri di negara-negara
ASEAN itu lalu dimanfaatkan oleh kapitalis Barat untuk membeli saham-saham di
negara-negara tersebut dengan harga murah. Akibatnya, kini sebagian besar
perusahaan penting di Indonesia adalah milik pengusaha asing. Pada tahun 2000,
George Soros dilaporkan memiliki saham pada PT AGIS di Indonesia sebesar 10
persen dan beberapa perusahaan lainnya, termasuk Astra internasional.
Belakangan, untuk menghapus citra buruk dirinya,
lewat jaringan yayasan yang dimilikinya, Soros berusaha menyisihkan sebagian
kekayaan yang diperolehnya dari kegiatan spekulasi untuk membantu mengatasi
dampak ‘kegagalan sistem pasar finansial global’ terhadap negara-negara miskin.
Soros selalu menampilkan organisasi yang dipimpinnya itu sebagai organisasi
yang melakukan aksi-aksi kemanusiaan di berbagai penjuru dunia. Soros juga
melakukan perjalanan ke berbagai penjuru dunia dan menyampaikan pidato-pidato
berkenaan dengan demokrasi dan kebebasan. Menurut media massa Barat, Soros
Foundation telah mengucurkan dana sebesar 4,2 milyar dolar untuk membantu fakir
miskin di berbagai penjuru dunia.
Namun, bantuan itu tidak disalurkan lewat PBB
dengan alasan bahwa Soros tidak mempercayai PBB. Karena itu, banyak pengamat
politik yang meyakini bahwa langkah Soros Foundation untuk menyampaikan
bantuannya secara langsung adalah untuk menyebarkan pengaruh dan infiltrasi di
kawasan-kawasan yang diberi bantuan. Pada tahun 1997, seorang ilmuwan Bosnia
mengungapkan bahwa di Bosnia, Soros dianggap sebagai pahlawan oleh sebagaian
masyarakat negara muslim ini. Sebabnya adalah karena selama Perang Bosnia,
Soros banyak mengucurkan bantuan finansial kepada rakyat Bosnia. Kemudian,
setelah perang usai, Soros mendanai berbagai penerbitan media massa di negara
itu. Media yang diterbitkan itu banyak memuat foto-foto amoral dan menyebarkan
pemikiran kebebasan dan sekularisme.
Presiden Brazil, Lula da Silva, dalam KTT Ekonomi
di Davos, Swiss, tahun lalu, mengatakan bahwa lembaga-lembaga keuangan dunia,
di antaranya lembaga keuangan milik Soros, merupakan penyebab krisis di
negaranya. Presiden Brazil memang pantas marah terhadap Soros. Rakyat Brazil
lainnya pun juga marah terhadap Soros karena kata-katanya yang menyinggung hati
mereka dalam majalah Sao Paolo. Soros mengatakan,
Dalam sistem ekonomi kapitalisme, kepala
negara-kepala negara di dunia ditentukan oleh AS. Dalam pemilu Brazil, kandidat
yang menentang kebijakan kami, tidak boleh terpilih. Pada kenyataannya,
bukanlah rakyat Brazil yang memberikan suara. Jika ada kandidat lain yang terpilih,
Brazil akan berhadapan dengan krisis ekonomi yang besar. AS kini bagaikan Roma
pada zaman dulu, yang merupakan rezim satu-satunya yang berhak untuk bersuara.
Namun anehnya, meskipun berperan sebagai sumber
krisis keuangan di berbagai negara dan berhasil mengeruk milyaran dollar dari
krisis itu, Soros pun aktif menulis buku-buku ilmiah mengenai perekonomian
dunia. Di sini ia menempatkan diri sebagai pengamat dan memberikan saran-saran
mengenai bagaimana seharusnya perekonomian dunia diatur sehingga negara-negara
bisa keluar dari krisis ekonomi. Salah satu buku karya Soros berjudul Krisis
Kapitalisme Global. Di dalamnya, Soros berusaha menunjukkan bahwa kapitalisme
global sedang mengalami ujian dan ancaman yang sangat berat. Apabila hal ini
tidak ditangani secara serius, suasana krisis akan akan menghantui perjalanan
kapitalisme global. Dengan kata lain, meskipun sistem kapitalisme telah
terbukti mengorbankan jutaan rakyat di dunia, namun Soros melalui bukunya ini
berusaha terus menyebarkan sistem kapitalisme global yang memang terbukti telah
membuat dirinya kaya raya.
Soros dan Krisis Moneter Asia
Beberapa bulan sebelum terjadinya krisis moneter
1997, seluruh dunia termasuk Bank Dunia dan IMF memuji-muji prestasi ekonomi
Asia Timur, termasuk Indonesia. Bahkan ekonomi negeri ini disebut-sebut secara
fundamental sehat dan kuat. Indonesia pun dijuluki sebagai “Macan Baru Asia”
karena kemajuan pesatnya di bidang ekonomi. Namun ternyata, semua prestasi yang
dibanggakan itu seperti tak ada artinya tatkala nilai tukar Rupiah, Ringgit,
Bath, dll, terhadap Dolar AS jatuh terjerembab di bursa valas internasional.
Efek dari jatuhnya mata uang negara-negara Asia Tenggara ini sangat luar biasa.
Seperti kartu domino, mula-mula hanya berpengaruh terhadap sejumlah produk
impor, tetapi kemudian menjalar ke berbagai sektor, melambungkan harga berbagai
produk lokal, membangkrutkan ribuan perusahaan dan menganggurkan jutaan tenaga
kerja.
Sebab awal terjadinya krisis ini memang jelas.
Semua ini bermula dari permainan kotor yang dilakukan para spekulan mata uang
internasional untuk menjatuhkan sejumlah mata uang di Asia. Salah satu spekulan
yang bermodal kuat, dan karena itu paling berperan besar dalam terjadinya
krisis ini, adalah George Soros melalui lembaga manajemen keuangan yang
dimilikinya. Tak heran bila PM Malaysia saat itu, Mahatir Muhammad, menyatakan,
George Soros harus bertanggung-jawab atas krisis moneter yang melanda beberapa
negara Asia mulai kuartal kedua tahun 1997.
Selajutnya Mahatir menghubungkan globalisasi
dengan krisis ini. Mahatir mengatakan, Setelah kita menerima globalisasi dan
menerapkan kebebasan ekonomi di negara kita, ekonomi dan uang kita menjadi
sasaran serangan kekuatan-kekuatan besar keuangan dunia dan orang-orang yang
diuntungkan oleh sistem ini. Mahatir menambahkan, Hasil 40 tahun kerja keras
bangsa Malaysia lenyap hanya dalam beberapa pekan akibat pekerjaan beberapa
orang dan tidak ada hukum internasional apapun yang bisa dipakai untuk
menghadapi orang-orang seperti ini.
PM Mahathir menegaskan, “Berdagang uang adalah
perbuatan yang tidak bermoral. “Kenyataan memang menunjukkan bahwa perdagangan
mata uang atau valuta asing cenderung merugikan yang lemah. Para spekulan uang
tidak ragu-ragu mengguncang stabilitas suatu negara demi kepentingan mereka
sendiri. Dalam kasus moneter di Indonesia, pertengahan tahun 1997 adalah masa
ketika pembayaran hutang perusahaan-perusaaan swasta jatuh tempo dengan jumlah
sekitar 8 juta dollar. Belum lagi bila diperhitungkan utang BUMN yang juga
jatuh tempo dan kewajiban pemerintah untuk membayar cicilan utang dan bunganya
yang cukup besar, yaitu sekitar 6 miliar dolar. Artinya, pada masa itu,
kebutuhan terhadap dollar meningkat. Pada saat itulah, para pedagang uang
memborong dollar dan kemudian menjualnya dengan harga tinggi. Akibatnya, ribuan
perusahaan di Indonesia bangkrut, harga-harga melambung tinggi sehingga jumlah
rakyat miskin meningkat tajam, dan pemerintah Indonesia kini terbebani hutang
sebesar 1500 trilyun rupiah.
ETIKA BISNIS SOROS
Meskipun letak kesalahan tidak seratus persen
berada di tangan Soros, karena jatuhnya nilai rupiah ini juga dipengaruhi oleh
sistem devisa bebas yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia sehingga membuka
peluang bagi siapa saja untuk memperdagangkan valuta asing, namun etika bisnis
yang dianut oleh Soros dan para pedagang valas lainnya patut dipertanyakan.
Ketika Soros melakukan transaksi valas, dia sudah bisa memprediksikan
kehancuran negara-negara Asia sebagai akibat dari transaksi itu. Namun, ia
tetap melakukannya dan terjadilah krisis hebat yang menyengsarakan puluhan
jutaan rakyat Asia Tenggara. Tak heran bila mantan PM Malaysia Mahatir Muhammad
pernah menyatakan kecurigaannya bahwa krisis moneter yang menyapu Asia ini
adalah sebuah agenda Yahudi karena kaum Yahudi, kata Mahathir, tidak senang
bila melihat kaum Muslim bergerak maju.
Perdagangan valas yang dilakukan Soros telah
memberi keuntungan kepadanya sebesar satu milyar dollar pertahun. Artinya, demi
menambah jumlah uangnya, Soros dengan tega telah mengorbankan puluhan juta
rakyat di berbagai negara. Menanggapi berbagai kecaman yang disampaikan
terhadapnya, Soros menyatakan bahwa kesalahan terletak pada pemerintahan yang
tidak transparan dan despotik di negara-negara Asia. Menurut Soros, pasar akan
menentukan dirinya sendiri. Artinya, bisnis yang dia lakukan hanya semata-mata
memenuhi peluang pasar. Padahal, pasar global sesungguhnya tidak bebas,
melainkan diatur oleh para pemodal kelas kakap semacam Soros.
Sebagian pengamat ekonomi yang membela Soros
mengatakan bahwa apa yang dilakukan Soros adalah bisnis semata dan toh, Soros
juga memberikan sebagian uangnya untuk membantu rakyat miskin di berbagai
negara. Pandangan ini menunjukkan bahwa Soros Foundation telah memberikan citra
baik kepada Soros, sehingga bisa mengurangi berbagai kecaman yang dialamatkan
kepada dirinya. Atas aktivitas yayasannya tersebut, Soros juga dijuluki sebagai
filantropis atau orang yang mencurahkan perhatian, waktu, dan uangnya untuk
menolong orang lain.
Namun, kegiatan Soros membantu rakyat miskin
dengan bisnisnya di bidang perdagangan uang yang telah memiskinkan puluhan juta
manusia, jelas merupakan sebuah paradoks. Sudah pasti ada tujuan tersendiri di
balik bantuan-bantuan yang diberikan Soros melalui yayasan Soros Fundation-nya.
Sebagaimana kami sebutkan pada pertemuan sebelumnya, di Bosnia, Soros mendanai
penerbitan media massa yang memuat foto-foto amoral dan menyebarkan pemikiran
kebebasan dan sekularisme.